“Ayo cepat Nak waktunya sudah siang, semuanya makan bareng, jangan sampai nanti kalian terlambat masuk sekolah, makan seadanya ini sudah ibu gorengkan telur ayam kampung sama oseng kangkung dan tauge”

            “Azizah, Hasanah, Mudin ayo bergegas cepat menuju dapur!, oh ya, bantu adikmu sikembar Roni dan Romi memakai sepatu, Riyanto sini sayang cepat pakai sepatumu”

ucap ibu Dewi dengan suara lembut dan penuh kasih sayang seorang ibu.

            Suasana riuh dan ramai yang terjadi pada dapur rumahnya yang masih berlantai tanah tanpa ubin, dapur masih menggunakan model pawon dengan kayu sebagai bahan bakarnya, dengan kursi bikinan sendiri dari kayu bekas yang kondisinya sudah reot karena dimakan usia yang sudah lama, kursi kenangan yang dibuat oleh suami Ibu Dewi lima tahun yang lalu, keenam anaknya datang bersamaan dan duduk berjejer di kursi.

            Mereka anak yang rukun dan penurut tidak banyak permintaan, sangat sopan dan menghormati ibunya, mereka selalu makan tanpa memilih atau meminta lauk lebih, apa yang dimasak oleh ibunya mereka selalu mau memakannya tanpa protes atau mengeluh, walaupun hidup dalam keadaan sangat sederhana sekali bahkan bisa dibilang serba kekurangan dan sangat memprihatinkan ekonomi keluarga Ibu Dewi, tetapi mereka tetap rukun dan selalu nurut serta hormat pada ibunya.